PENGANTAR

BILIK KOREA – KONNECT ASEAN

Hacking Domesticity

Co-kurator: Alia Swastika dan Jongeun Lim

 

Pameran Bilik Korea-Konnect ASEAN dirancang sebagai sebuah ruang untuk mempertemukan seniman ASEAN dan Korea Selatan dalam merespons gagasan tentang sejarah dan pergerakan sosial, yang merupakan salah satu bingkai pemikiran mendasar bagi Biennale Jogja seri khatulistiwa. Melalui pertemuan para kurator, maka keduanya melihat urgensi untuk mempertemukan seniman perempuan dari kedua kawasan dan saling belajar dari sejarah dan pengalaman perempuan dalam konteks kebudayaan yang berbeda. Bagaimana konteks budaya, bentang alam, kepercayaan dan modernitas mempengaruhi kehidupan perempuan? Bagaimana pergeseran sosial, politik, ekonomi dan situasi pasca-kolonial dan perang membawa dampak besar bagi perubahan peran perempuan dalam kehidupan publik? Bagaimana perempuan menghadapi situasi baru berkait ekologi, kolonialisme, teknologi dan lain sebagainya?

“Hacking Domesticity” merupakan presentasi sejumlah karya dari 7 seniman yang berasal dari Indonesia, Kamboja, Thailand, dan Korea Selatan yang merefleksikan bagaimana para seniman melihat konteks sejarah dari masing-masing ruang di mana mereka hidup dan tumbuh, serta melihat ulang wacana antroposen dalam konteks pandemi dan gagasan kebertahanan. Dengan meretas ruang domestik, para seniman membangun strategi melawan yang mapan dan dominan dalam status quo. Ruang domestik ini tidak saja mengarah pada yang personal, tetapi juga dalam konteks batasan wilayah, kota, negara, atau imajinasi geopolitik. Terma “Meretas” juga menunjukkan relasi antara manusia dan teknologi, dalam pengertiannya yang luas, termasuk juga posisi kritis manusia dalam berhadapan dengan teknologi.

Seniman Indonesia mengolah tema yang cukup luas, mulai dari gagasan identitas dan asal dalam relasinya dengan politik lokasi, relasi antara pemikiran dan pengalaman perempuan dengan lingkungan dan alam, hingga kekerasan domestik dan kedaulatan tubuh perempuan. Seniman Thailand menampilkan kembali karya yang memotret kehidupan perempuan muslim di wilayah selatan Thailand dalam ketegangan dan konflik politik. Sementara seniman Kamboja memotret para perempuan dalam relasinya dengan lanskap kota dan budaya urban, dan bagaimana mereka bersitegang membangun ruang aman untuk dirinya. Seniman-seniman Korea Selatan membentang isu dari  tubuh maskulinitas dan sejarah seni di Korea, hingga lanskap sosial yang merepresi tubuh perempuan secara umum. Seniman Korea Selatan ini, ketika mereka memanifestasikan kehidupan dan eksistensi mereka sebagai seniman perempuan melalui karyanya, juga telah menggemakan pemikiran kritis tentang tubuh, tradisi, kebiasaan, kerja dan gender. Hal-hal semacam ini menjadi batasan yang tak bisa diterabas dalam dunia domestik, atau memunculkan pertanyaan tentang bagaimana memperluas wilayah ini.

Pameran ini menjadi jembatan untuk membangun relasi dan upaya saling memahami bagi para seniman dan aktivis perempuan di kedua wilayah untuk mengawali proses produksi pengetahuan bersama tentang kehidupan dan pengalaman perempuan, khususnya dalam konteks seni. Selain pameran, setiap bulan dilangsungkan pula diskusi yang membahas beragam isu dalam praktik seni kontemporer dengan gender dan feminisme sebagai perspektif.